Sabtu, 22 Maret 2014

Awan Bulan Bintang


Hey, saat ini kusedang melamunkanmu yang berada dalam kejauhan.
Bisakah kau lihat di atas hulumu?
Awan. Bulan. Bintang berejakan kalut asaku.
Malam ini awan begitu pekat, bulan begitu kuat, dan bintang terlalu kiat.
Engkau tahu? Dari pekat, kuat, hingga kiat mengandung makna terampuh untuk ku berbagi.
Awalnya dari awan pekat, awan pekat semacam awan kental, jenuh melindungi bumi dari kehancuran. Biarpun demikian, ia terus bertahan di tengah cintanya pada sang bumi.
Kedua, bulan begitu kuat
Bulan kuat itu bukankah karena matahari yang membantu memancarkan cahyanya. Ya, benar maka itu bumi selalu diam walau bulan dan matahari sedang bercekcok merebutkan cahyanya.
Ketiga, bintang terlalu kiat
Bintang terlalu kiat ialah ketikaku tak mampu lagi menalarkan imaji pada tulisanku, Namun tetap memaksaku mengendap pada endapan sepi yang meraung melawan egoisasi.
Dalam tulisan ini, aku hanya ingin segalanya bisa sesempurna seperti apa yang tuhan berikan. Pekat, kuat, hingga kiat menyatu menjadi satu. Walau perbedaan mengenyahkan persamaan, namun mereka tetap mampu hidup dengan penuh keselarasan.
Aku pikir ini akan menjadi satu alasan kita yang tak lagi berdekatan.
       Yang tak lagi berdiri di panggung yang sama, namun tetap menjalaninya dengan penuh tangguhan pertanggungjawaban.

Rabu, 12 Maret 2014

Penuh Paksa dan Keharusan

Ini tentang rintihan kekosongan harap yang lama terdambakan.
Menyulam erat pada hendak keharusan.
Yang  seakan hidup tlah terencanakan namun diri tak selalu mengiyakan hadirnya kerencanaan.
Inikah manusia dengan bermacam watak perilaku begundal? Rasanya benar.

Aku sampai tak bisa berpikir apa yang ada dalam setiap diri manusia.
Segalanya penuh paksaan dengan keharusan.
Tidak haruslah seperti itu. Bukankah semuanya tlah tertulis?

Aku juga tak habis pikir pada setiap insan yang hanya mendasarkan cinta pada tujuan hidupnya. Cinta? Itukah segalanya? TIDAK ! memang tidak salah jika hidup dengan harapan  jalinan cinta namun bukankah hanya seperempat bagian.

Berbicara tentang cinta yang tak kala pentingnya dengan kuatnya hidup dengan keimanan. Keduanya tepat berpegang erat dengan tujuan kehidupan. Yang dimana cinta membimbing keharibaan  dan iman yang akan meneruskan jalan nirwana kehidupan.

Tak perlulah haus akan keharusan. cukup jalani ikhlas likunya kehidupan. Syukur dengan penuh tak terhingga. Dan tunggu akhir hikmah dari macamnya perih kepedihan.

Selasa, 11 Maret 2014

Sapaan Malam


Apa yang engkau lakukan hari ini lelakiku? Sudah makankah? Sudah bebaskah? Atau Sudah lenyapkah? Oh tidak.. tidak ..
Ini hanya sapaan termagis yang ingin ku lontarkan untuk memulai bungkamnya.
Sebenarnya, aku hanya ingin membuka bibir ini untuk kukatakan “selamat malam lelakiku” dan harapanku kau menjawabnya dengan “selamat malam perempuanku”.
Enyah sekali, ini bagai bingkai menyawang dalam gudang. Terlalu suram untuk menjadi sebuah biang keladi kehidupan.
Dalam harapku,
Ku harap kau tak pernah lupa akan semua kewajiban dan tanggung jawabmu.         
Dan kali ini ku benar-benar ingin menyapamu lewat dunia riil.
Namun tetap ku lawan.
Ya, karena aku tau dalam kejauhan ini tak mungkin ku selami samudera penuh cagak berduri.
Maka itu, ku hanya bisa  merasukimu lewat bait demi bait tulisan acakku.
Ku lampiaskan isi otakku, mengalir pada kedua tanganku, dan terus membiarkannya mengalun pada kotak Qwerty tuk sebuah notulen pribadi.
Sebuah tulisan yang tak berkenaan dengan bagaimana kehidupan nanti.
Hanya berkenaan dengan lintasan hari yang kulalui –saat ini.
Lelakiku? Bisakah ku dekap bayang jauhmu? Aku rindu senyum lebarmu, aku ingin tahu sipit bola cahyamu kini.
Duhai lelakiku, aku benar ingin segera mengabaikan rindu yang kau abadikan.
Sudah terlalu sering aku menangkap puing dari keping-keping kerinduan.
Sudah lama aku titipkan kesabaran pada jejak lalu dan lalu.
Ini akhirnya, Lelakiku, Aku sangat merindukanmu. 

Kita Berbeda

1.     Seringkali aku jumpai tulisan jejaring sosialmu tentang artinya kehidupan. Dimana selalu ada cinta yang merindui setiap insan. Aku tak mengerti, ini sebuah kenyataan atau kepalsuan yang kau curahkan. Yang ku tahu semua hanya deretan kata yang tanpa ku mampu ku loncati maknanya. Aku selalu mengartikan setiap kata demi kata yang kau ucap, mengintip intip setiap kejadian yang kau lakukan. Aku kekasihmu ! bukan mereka yang dalam nyaman mencintaimu diam-diam. Bukan mereka yang yang menjadi stalkermu dalam diam. Hey boy, Aku kekasihmu. Lihatlah !
Pantaskah aku mengartikan kata kita, jika salah satu diantara kita tak lagi sama dengan apa yang telah di janjikan. Lalu, sebutan apa yang harus ku akui diantara aku dan kamu di depan mereka.
Aku benar tak habis pikir dengan hadirnya kita dalam kehdupanku. Aku selalu menyimpan kerahasiaan tentangmu yang berdiri kokoh dalam diriku. Entah kenapa aku begitu kuat menahan artinya kesakitan.
Aku mau tahu bagaimana kamu bisa bebas melepas rasa yang kau ciptakan sendiri, aku ingin tahu bagaimana kamu berakting di depan mereka yang ada di sekitarmu. Dimana kamu mampu memberi pesona dalam jatuhnya mereka.
Aku siapa? Kamu siapa? Entahh ..
Kamu yang dulu selalu menjadikanku yang nomor satu kini lenyap di telan ombaknya air kelautan. Kamu yang selalu memberi kabar kini tak pernah ada baliknya. Kamu yang selalu memberi perhatian, kini mengirim pesan singkatpun tidak.
Hey, sayang, aku lelah berlama-lama menunggu 3 kata manis dalam otakku. Dimana dulu kau begitu lancarnya mengatakan i love you.
kau tahu bukan bahwa selalu ku gantungkan rasaku dalam dirimu. Sampai aku tak pernah mengira bahwa kita telah berbeda, bahwa kita tak lagi sama. Kamu yang dalam diam merencanakan, dan aku dalam keramaian tetap mempertahankan. Tak pantaskah aku meneriakimu dengan segala apa yang kurasa. Apakah ini bukan tuntutan seorang perempuan yang rela bersakit sakit demi adanya suatu hubungan. Entahlah ..
Apa yang terjadi lelakiku? Benarkah sudah tiada aku dalam bahagiamu. Benarkah ada aku dalam rencanamu? Ku mohon jelaskan jika kita benar berbeda.
Jika aku bukanlah bagian dari mereka yang penuh kesempurnaan di matamu. Jika aku bukan perempuan yang bisa tegar seperti mereka. Jelaskan lelakiku !


Senin, 10 Maret 2014

Cinta Tak Berargumen

Jangan kau tanya argumenku mencintaimu.
Aku tak pernah punya alasan tuk katakan sebab dan karena.
Aku tak pernah tau tentang makna dari harap, ingin sampai hendak.
Yang ku tahu hanya rasa yang semakin lama semakin menyengat dunia nyata.
Sampai terlintas untuk ku tanyakan.
Apa itu cinta kasih?
Sampai tak terkecuali ku lakukan pertanyaan itu setiap hari, setap detik, dan setiap waktu.
Jawaban pertanyaan simple itu selalu berlalu lalang menjelma kesempurnaan.
Namun aku belum juga mengerti.
Semua seolah hadir di tengah kupu bunga keindahan.
Mengayup ribuan madu tak terhinggakan.
Dan tahukah engkau kasih?
Bahwaku merasakan rasa terabadi didalammu.
Menikam kuat pada setiap bulir senyummu.
Entah,
Ini atau itu arti mencintai.
Karena realita yang ku tau semua sama dengan kembang dan kempisnya dada.
Menyatu dalam sedih hingga bahagia. 

Alasan Waktu


Pagi yang berembun penuh pekat dimatanya.
Siang yang panas mengganggu istirahatnya.
Sore yang mengembang selalu menjauhkan untuk menyapanya.
Dan malam yang larut tak tega ku goyahkan mimpi mimpi indahnya.
Kenapa?
Waktu seakan tak pernah berpihak untuk ku tanyakan.
Tahukah engkau waktu?
Bahwa aku tak pernah bisa untuk tak menanyakan bagaimana ia disana.
Tak pernah jenuh lalui hari tanpa ia.
Dan tak pernah bosan menantikan hadir senyum bahagianya.
Juga tahukah engkau waktu?
Aku disini sedang mengisyaratkan hati dengan bermacam problema.
Melagukan rasa dengan bermacam luka.
Masi ragukah wahai engkau waktu?
Hingga begitu tega kau memberdayaku menapaktilasi dunia ini dengan angin berhamburan.
Bukan ku lelah.
Bukan ku tak mau.
Hanya saja, ini tak adil tuk ku arungi.
Terlalu dramatis tuk kuhadapi.
Duhai waktu, lelucon apa yang engkau siapkan?
Ku minta jangan bocorkan hari ini.
Aku belum siap menelannya saat ini.
Aku benar benar ingin melampauinya kali ini.
Tolonglah waktu, aku hanya tak ingin benar ia menapaki hati yang salah.
Hanya itu, harap dan pintaku.

Kekuasaan

Redup angkupnya menyalahkan kesalahan.
Meneruskan pijakan pada setiap goa kehidupan.                                                                         
Tuhan telah menawarkan hidup dengan kegelapan.
Menjanjikan cahaya kehausan menelungkup teguh dalam anggukan.
Memang benar, bukan terang lilin yang selalu mendera,
Bukan juga gelap dalam kenestapaan jawabnya.
Tapi kesempatan baru untuk menjadi kecil dalam semestanya.
Menjadi besar dalam catatan kanannya.
Mungkin akan sama dengan buah yang mengait pada pohonnya, menggantungkan kesabaran dan syukuran.
Syukuran akan bemaknanya arti dari setiap detak gumpal yang menguasai alurnya, kesabaran yang selalu setia menerka cobaan keharusan hidupnya.
Aku tau ya rabb, aku sadar, siapalah aku?
Bukankah hanya manusia abu yang ingin meluruhkan noda dalam tangisku, membuntutinya dengan hadapan harapku.
Yaa Rabbi, ku sangat menyadari manusia hanyalah semut kutuk-MU.
Kumohon relakanlah secercah ridho manusia-MU, ikhlaskanlah sebutir syafaat nabi           pilihan-MU.

Minggu, 09 Maret 2014

Titik Kesimpulan

Inilah sebuah titik dari kesekian kata yang kamu rangkai.
Yang lama membiru dan akhirnya berabu.
Awal yan kecil, akhir yang besar.
Seperti bulan dari membuihnya bumi, seasap bintang dari picauan api.
Berjalan mengejar keharuan, berlari mengejar hinaan.

Tak inginkah kau keluar dari tabirnya kehidupan? Mengubah catatan beralaskan mereka yang menengadahkan keinginan.