Jumat, 16 Januari 2015

Tentang Cita

Mengenai senja berkabut tanya.
Sejak itu ku duduk menghadap dahi kerut seorang ibu.
Menyampingi ayah yang bersedutan asap rokok.
Kami sedang melakukan perbincangan tawa tentang keberadaan.
            ..
Di tengah tawa berkelanjutan, aku sibuk memikirkan langkah nanti tuk menjadi.
Hingga ku potong kata yang terucap dari bibir kelu seorang ibu.

Bu, langkah mana yang harus saya pilih? Saya bingung.
Pertanyaan mulut kecil yang mengandung tanya untuk di tanggapi.

“Maksudmu? Langkah untuk maju nak?”
“Benar bu, saya benar haus akan motivasi. Semua yang saya ingin seakan tak bisa saya ciptakan sendiri.”
“Apa yang sedang kau pikirkan ?”
“Saya hanya takut menghadapi langkah nanti.”
“kenapa mesti kau takuti?”
“Saya takut nanti tak bisa berikan yang terbaik untuk ayah dan ibu. Seperti yang ibu tahu,kemampuan yang saya miliki hanya sebatas ini.“
“Janganlah kau merendahkan dirimu sendiri. rendah dirimu tak serendah air yang mengalir nak. Kau punya kelebihan. Percayalah!”
“Saat ini saja saya belum tau dimana letak kelebihan diri saya sendiri.”
“Ibu tau, kau belum temukan jati dirimu. Tapi ibu minta hindari keputusasaanmu. Karena itu akan jadi benalu untukmu nak. Ibu mengerti kau sedang bingung menentukan arah jalanmu nanti. Namun, tak seharusnya itu kau ciptakan hari ini. Bukankah perjalananmu masih jauh”
“tapi jika semua tak terpikirkan saat ini. Lalu bagaimana nanti?”
“Hmm”
Dahi semakin mengkerut menandakan beliau mengerti maksud dari apa yang ku bicarakan.
“Jangan kau pikir rendahmu hanya milikmu sendiri. Bukankah justru dari rendahmu itu yang bisa membuatmu bangkit?”
Suara wibawa seorag ayah menyautkan
“Aku tak ...”
Belum sempat ku jawab beliau mendesakkan kalimat kembali-_-
“Yakinlah pada apa yang kau miliki. Tak perlu tergesa-gesa menafsirkan apa langkahmu nanti. Itu sama saja kau sedang berniat untuk mendahului takdirmu. Itu tak baik nak.”
“Tapi yah? Kekuatan saya seakan melemah seketika. ketika tahu bagaimana sulitnya menjalani hari nanti.”
“Sudahlah, buang lemahmu hari ini juga. Kau tak membutuhkan apa apa, cukup mempersiapkan diri dari saat ini. Mempergiat kewajibanmu dan selalu berdoa untuk  kenyamananmu.”
“Tapi seandainya..”
“Jangan pernah berhenti berandai, karena dari andai kau akan semakin tahu bagaimana sulitnya seorang pemenang. Dan jangan pernah bertapi, karena tapi tak pernah menyelesaikan apa yang kau cari. Selalulah bermimpi dengan asapan sampah,  biarpun tak sedap, ia tetap terhirup. Biarpun tak ada yang butuh ia tetap dibutuhkan.”
“ Ayah”
..
Kuatku dari mereka yang setia memupuk punggung lemahku.
Terimakasih ayah ibu. 

Tidak ada komentar: