Apa yang engkau lakukan hari ini
lelakiku? Sudah makankah? Sudah bebaskah? Atau Sudah lenyapkah? Oh tidak..
tidak ..
Ini hanya sapaan termagis yang
ingin ku lontarkan untuk memulai bungkamnya.
Sebenarnya, aku hanya ingin membuka
bibir ini untuk kukatakan “selamat malam lelakiku” dan harapanku kau menjawabnya
dengan “selamat malam perempuanku”.
Enyah sekali, ini bagai bingkai
menyawang dalam gudang. Terlalu suram untuk menjadi sebuah biang keladi
kehidupan.
Dalam
harapku,
Ku
harap kau tak pernah lupa akan semua kewajiban dan tanggung jawabmu.
Dan kali ini ku benar-benar ingin
menyapamu lewat dunia riil.
Namun
tetap ku lawan.
Ya,
karena aku tau dalam kejauhan ini tak mungkin ku selami samudera penuh cagak berduri.
Maka
itu, ku hanya bisa merasukimu lewat bait
demi bait tulisan acakku.
Ku lampiaskan isi otakku, mengalir pada
kedua tanganku, dan terus membiarkannya
mengalun pada kotak Qwerty tuk sebuah notulen pribadi.
Sebuah
tulisan yang tak berkenaan dengan bagaimana kehidupan nanti.
Hanya berkenaan dengan lintasan hari
yang kulalui –saat ini.
Lelakiku? Bisakah ku dekap bayang
jauhmu? Aku rindu senyum lebarmu, aku ingin tahu sipit bola cahyamu kini.
Duhai lelakiku, aku benar ingin segera
mengabaikan rindu yang kau abadikan.
Sudah terlalu sering aku menangkap puing
dari keping-keping kerinduan.
Sudah lama aku titipkan kesabaran pada
jejak lalu dan lalu.
Ini akhirnya, Lelakiku, Aku
sangat merindukanmu.