Minggu, 01 Juni 2014

Jadinya Kata Kita

Sore sedang berisi harap.
Kau datang mengajakku jalan pada jalan lurus menyiku kota
Sembringahku mengenai hal itu
Bagaimana tidak, sudah lama ku rasakan getar berbeda dalam diriku.
Hanyaku tak mampu tuk benar mengatakan
            Mau kemana dik?
Sebut tanyamu membuka keheningan ramai.
            Kau menanyaiku ka? Aku tak tahu. Aku hanya ikut denganmu
**
Sampai pada lampu lintas kedua kami hanya berkeling dengan sekejap. Memutuskan tempat pada air penuh karang, Pantai? Ya benar.
Dengan suguhan 2 serutan buah kelapa kami bersama. Berbincang tentang hal ini dan itu hingga semuanya. Untuk apa? Ya tak lain bertujuan untuk lebih saling mengenal.
**
Matahari mulai bersembunyi. Suara desakan maghrib mulai terdengar.
Kami beranjak pulang menuju Alun kota, tempat ramai penuh manusia.
duduk pada 1 bangku panjang berukuran setengah meter.
            “Dik?”
            “Mmm?”jawabku mendengkur
            ” Sini. Liat sini! musuh bicaramu ada disini. Coba lihat aku”
Masyaallah, serasa terlempar syurga kesyahduan. Benarkah ini tuhan? Polos wajahnya hancurkan keresahan. Inikah bintang terindah dalam kehidupan?
**
            “hei, kenapa kau melamun dik?”
Ucapnya pecahkan suasana hening di tengah keramaian.
            “ah tidak tidak, iya kak? Ada apa?”
            “tidak, maukah kau jadi pacarku?”
Salah tingkah, gugup, antara senang dan takut. Specchless banget.
            “Kau tak lagi bercanda? Heiii, kita baru saja saling mengenal.”
            “Justru itu ku ingin mengenalmu lebih dalam dengan cara ini. Entah kenapa? Rasanya terlalu hina tuk jadi pengecut dalam percintaan. Aku tak bisa berlama lagi dik. Maukah?”
            “Aku tak tahu kak”
Jawaban terbohong yang pernah ku ucapkan ketika tak kuasanya ku tahan nyata.
            “Setidaknya ada jawaban. Kau merasakan getar itu?”
            “Ehem”
            “Ijinkan aku berteduh dalam dekapmu hari ini sampai nanti. Aku begitu ingin menjagamu. Ini bukan tentang perlombaan yang berujung kemenangan. Tapi ini hati dengan penuh pertanggungjawaban hati. Ku harap kau jaga setiaku dalam kejauhan nanti. Ku tunggu kau di kotaku.”
            “aku akan segera hadir di kotamu. Menyusulmu untuk kita. Menjalin asa penuh cita bersama. Aku mencintaimu”
            “Akupun,
            “tetaplah jadi kau yang tak pernah berubah untukmu. Aku menyayangimu setulus itu.”
Kau memandangku penuh harap. Memegang tanganku penuh ikhlas. Lalu mendekapku dengan penuh rasa. Aku mengerti kau sedang melepas kuatnya hati yang akan kau jaga. Membimbing hati tulus tak terpuji. 5 november 2013